Tampilkan postingan dengan label Pemerintahan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pemerintahan. Tampilkan semua postingan

Selasa

Bentuk-bentuk Pemerintahan

Mengikuti anjuran Plato, pemerintahan oleh satu orang, sedikit orang, atau banyak orang dapat dibedakan sebagai bentuk-bentuk pemerintahan yang “baik” atau “buruk”; setiap bentuk yang baik mempunyai pendamping yang buruk. Akibatnya ada enam pengelompokan jenis pemerintah yaitu monarki (pemerintahan yang baik oleh satu orang), tirani (pemerintahan yang buruk oleh satu orang), aristokrasi (pemerintahan yang baik oleh sedikit orang), oligarki (pemerintahan yang buruk oleh sedikit orang), demokrasi (pemerintahan yang baik oleh banyak orang), dan mobokrasi (pemerintahan yang buruk oleh banyak orang).
Para pendukung pemerintahan monarki, bahkan pada saat ini, menyatakan bahwa corak pemerintahan ini memperbesar kemungkinan stabilitas politik, terutama dalam hubungannya dengan perluasan perubahan sosial dan ekonomi. Para mahasiswa perbandingan politik tampaknya memang terkesan dengan kestabilan yang relatif tinggi dari negara-negara yang hingga kini masih mempertahankan beberapa lembaga monarkinya setelah sekian abad. Mengapa?
Bagian terbesar dari jawaban atas pertanyaan ini (meskipun tidak semuanya) tergantung pada kemampuan dan kemauan dari raja-raja tertentu dan para pengganti mereka untuk menerima pengurangan yang besar dalam kekuasaan politik mereka.
Kendati hak ketuhanan raja telah diterima sebagai formula untuk mensahkan kekuasaan kerajaan, tetapi tidak bisa disangkal bahwa raja tergantung pada dukungan kader-kader penasihat dan para birokrat yang loyal untuk melaksanakan kebijakannya. Kesadaran terhadap kecenderungan sejarah ini, serta keyakinan bahwa lembaga-lembaga demokratis merupakan khayalan yang menyembunyikan dominasi politik dari sekelompok minoritas, telah meyakinkan beberapa ilmuwan politik (khususnya Gaetano Mosca dan Robert Michels) bahwa di mana pun pemerintahan selalu menyangkut urusan sedikit orang - bukan hanya seorang ataupun banyak orang.
Aristokrasi merupakan pemerintahan oleh sekelompok elit masyarakat yang mempunyai status sosial, kekayaan, dan kekuasaan politik yang besar. Keberuntungan-keberuntungan ini dinikmati oleh satu generasi ke generasi aristokrat yang lain. Seperti para raja, elit aristokrasi juga bisa bertahan hanya karena tidak menghambat perubahan politik dan sosial yang mendasar, khususnya proses demokratisasi bertahap terhadap kewenangan politik dan perkembangan sumber-sumber kemakmuran baru bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi.
Bukanlah suatu kejutan bagi para mahasiswa sejarah kalau kebanyakan pemerintahan yang ada di dunia dan di sepanjang sejarah yang pantas digolongkan sebagai otoriter. Monarki (pemerintahan oleh satu orang), aristokrasi (pemerintahan oleh beberapa orang yang bergelar), oligarki (pemerintahan oleh sedikit orang yang tidak bergelar, militer atau sipil), dan pluktokrasi (pemerintahan oleh orang-orang kaya) semuanya adalah pemerintahan yang bersifat otoriter, karena mayoritas warga negara tidak mempunyai peranan langsung atau terlembaga dalam pembuatan kebijakan; mereka tidak bisa berperan serta dalam pemilihan umum, dan mereka tidak terorganisasikan ke dalam partai-partai politik yang bersaing atau kelompok-kelompok kepentingan yang mudah dikenali.
Sejak tahun 1950-an sebagian ahli berpendapat bahwa adalah tepat untuk menggambarkan jenis otoriterisme yang paling ekstrim sebagai totaliterisme. Di samping ciri-ciri yang sudah disebut, totaliterisme juga merupakan suatu ideologi resmi yang harus dianut oleh para anggota masyarakat dan harus meliputi semua segi kehidupannya; suatu sistem kontrol polisi yang bersifat teror yang ditopang dan diawasi pemimpinan serta diarahkan pada ‘musuh-musuh’ negara; selain merupakan pengawasan dan pengarahan langsung terhadap seluruh kegiatan ekonomi.
Pada dasarnya demokrasi langsung adalah ungkapan yang sempurna untuk kedaulatan rakyat. Demokrasi langsung berarti rakyat memerintah dirinya sendiri secara langsung tanpa perantara. Sebagai ungkapan yang sempurna dari kedaulatan rakyat, demokrasi langsung merupakan bentuk pemerintahan yang dikumandangkan oleh Jean Jacques Rousseau. Rousseau juga memahami benar hakikat keadaan guna mewujudkan demokrasi langsung di dalam kenyataan:
1.jumlah warga negara harus kecil
2.pemilikan dan kemakmuran harus dibagi secara merata (atau hampir merata)
3.masyarakat secara kebudayaan harus homogen
4.mereka yang melaksanakan undang-undang tidak boleh bertindak sendiri di luar kemauan rakyat yang telah membuat undang-undang pertama kali.
Dan Rousseau mengakui bahwa persyaratan yang banyak ini besar kemungkinan dipenuhi dalam masyarakat kecil, agraris, dan pada hakikatnya adalah masyarakat petani.
Namun, dengan pertambahan penduduk yang terus-menerus maka terdapat terlalu banyak orang yang ikut serta secara langsung dalam pembuatan keputusan dan sebagian lagi karena warga lama memahami sekali bahwa demokrasi langsung yang berkesinambungan mengancam penguasaan mereka atas pemerintahan. Sehingga muncullah demokrasi perwakilan (tidak langsung). Namun, di dunia ini tidak ada negara yang menganut demokrasi atau otoriterisme secara ideal, masing-masing selalu berada di antaranya. Hanya saja masih bisa dilihat bahwa suatu negara lebih demokratis atau otoriter daripada negara lain.

Ruang Lingkup dan Manfaat Perbandingan Pemerintahan

Pengertian Perbandingan Pemerintahan
Dalam bagian ini, ada tiga pengertian yang perlu diketahui. Pertama adalah pengertian perbandingan yaitu perbuatan mensejajarkan sesuatu atau beberapa objek dengan alat pembanding. Dari perbandingan ini dapat diperoleh persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan dari objek atau objek-objek tadi dengan alat pembandingnya atau dari objek yang satu dengan objek yang lainnya.
Kedua, pengertian pemerintahan. Walaupun dikemukakan beberapa pengertian dari beberapa ahli, namun pengertian yang dipakai dalam modul ini adalah Pemerintahan dapat dipahami dalam arti luas dan dalam arti sempit. Di dalam arti luas pemerintahan mencakup semua kekuasaan yang meliputi seluruh fungsi negara. Di dalam arti sempit, pemerintahan kerap kali dipahami sebagai aktivitas dari lembaga kekuasaan eksekutif.
Ketiga, pengertian perbandingan pemerintahan, yaitu mensejajarkan unsur-unsur pemerintahan baik dalam arti luas maupun dalam arti sempit untuk mendapatkan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan dari objek atau objek-objek tadi dengan alat pembandingnya.

Ruang Lingkup dan Manfaat Perbandingan Pemerintahan
Fokus perhatian atau penekanan utama dari studi perbandingan pemerintahan telah berubah dan dapat dibedakan dalam tiga fase:
1.Fase konstitusionalisme yang terjadi hingga kira-kira PD II. Konstitusi-konstitusi secara berangsur-angsur diperkenalkan di Eropa dan Amerika Latin. Mereka yang memiliki konstitusi dianggap sebagai sistem politik yang berkarakter “modern” bahkan jika mereka melakukan penyimpangan.
2.Fase behavioralisme, terutama selama tahun 1940-an hingga tahun 1960-an. Behavioralisme awalnya berhasil dalam studi politik nasional, khususnya di Amerika Serikat. Hal tersebut didasarkan pada pengakuan bahwa apa yang penting untuk dipelajari adalah yang terjadi dalam kenyataannya, bukan yang dinyatakan secara formal (yang tertulis secara formal). Pendekatan tersebut secara alamiah diterapkan pada perbandingan pemerintahan, di mana banyak konstitusi tidak diterapkan lagi dan kediktatoran sering terjadi.
3.Fase Neo-institusionalisme, yang dimulai tahun 1970-an dengan pengakuan bahwa tidak setiap hal dapat dimengerti/dipahami melalui studi perilaku, namun struktur-struktur juga penting.
Menurut Drs. Pamudji, MPA, tujuan studi perbandingan pemerintahan ialah mencoba memahami latar belakang, asas-asas yang melandasi, kelemahan-kelemahan dan keuntungan-keuntungan dari masing-masing sistem pemerintahan. Manfaat studi/ilmu ini adalah melalui studi/ilmu ini dapat dikembangkan dan dibina suatu sistem pemerintahan yang sesuai benar dengan waktu, ruang, dan lingkungan yang ada di sekitar kita, dan lebih khusus lagi sesuai dengan kepribadian kita. Dengan studi/ilmu ini maka kita dapat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan di antara berbagai sistem pemerintahan.
Tetapi, mengapa ilmu pemerintahan perlu dipelajari melalui perbandingan? J. Blondel memberikan argumentasinya, karena studi-studi atas satu negara (negara tunggal) sering tidak memiliki contoh-contoh kasus yang cukup bagi pembentukan kesimpulan-kesimpulan. Ternyata cara perbandingan memang merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan lagi dalam studi pemerintahan. Perbandingan ini selalu hadir di mana-mana, tetapi ada yang tersembunyi atau implisit dan ada yang terang-terangan atau eksplisit.
Ada dua kritikan yang dilontarkan oleh orang-orang yang menyangsikan studi perbandingan. Pertama, bahwa studi perbandingan sering dilakukan secara tidak memuaskan dan dangkal. Kritikan kedua merupakan kritikan yang lebih mendasar. Singkatnya tidak ada dua negara pun yang memiliki cukup persamaan untuk diperbandingkan, karena pada dasarnya sejarah yang mereka alami berbeda. Namun, seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa perbandingan selalu dilakukan baik secara implisit maupun eksplisit bahkan oleh mereka yang menghindarkan diri dari studi perbandingan karena mereka harus menggunakan konsep-konsep umum yang merupakan dasar dari perbandingan. Hanya saja dengan hadirnya konsep-konsep umum maka studi pemerintahan juga menjadi umum sifatnya. Tetapi, manfaat studi perbandingan jika studi tersebut dilakukan secara eksplisit dan umum adalah dapat meningkatkan pemahaman global kita tentang kehidupan pemerintahan.

Metodologi Ilmu Pemerintahan

     Hasil pengkajian terhadap berbagai metode yang menjadi bahan pembentukan seperangkat pengetahuan tentang metode disebut metodologi.
Yang dimaksud masalah dalam metodologi adalah suatu informasi yang mengandung pertanyaan atau ketidakjelasan.
Metodologi ilmu secara formal melekat di dalam definisi ilmu yang bersangkutan dan secara substantif ditunjukkan oleh aksioma, anggapan dasar, pendekatan, model analisis dan model konstruk pengalaman dan konsep.
Metodologi ilmu pemerintahan pun bergerak ke luar dan ke dalam. Sasarannya adalah:
1.bangsa dan negara;
2.rakyat dan pemerintah;
3.hubungan kerakyatan;
4.daerah;
5.ilmu pemerintahan itu sendiri.

Hubungan antara pemerintahan dengan yang diperintah memuat kegiatan yang disebut pemerintah, sedang peristiwanya disebut peristiwa pemerintahan atau gejala pemerintahan. Sedang perkembangan paradigmatik Ilmu Pemerintahan melalui beberapa tahap, di antaranya:
1.Tahap pertama, gejala pemerintahan dikaji melalui sudut pandang dan cara menurut ilmu yang ada pada masa itu, sehingga pada tahap ini, gejala pemerintahan dipelajari sebagai bagian disiplin ilmu yang bersangkutan.
2.Tahap kedua, gejala pemerintahan dipelajari oleh disiplin ilmu pengetahuan yang ada sehingga terbentuklah spesialisasi disiplin ilmu yang bersangkutan.
3.Tahap ketiga, lahirlah disiplin ilmu pemerintahan eliktrik yang disebut juga ilmu Pemerintahan generasi pertama.
4.Tahap keempat lahirlah Ilmu Pemerintahan yang mandiri dan didukung oleh metodologi, atau disebut juga ilmu Pemerintahan Generasi kedua.
5.Tahap kelima kemandirian suatu disiplin ilmu selain ditandai oleh terbentuknya metodologi ilmu yang bersangkutan, juga ditandai dengan kemampuan denominatifnya atau disebut juga ilmu Pemerintahan generasi ketiga.

Fungsi Ilmu pemerintahan ke dalam adalah untuk menguji, mengoreksi dan mengembangkan disiplin Ilmu Pemerintahan itu sendiri.
Sedangkan fungsi Ilmu Pemerintahan ke luar adalah mengidentifikasi, merekam dan menggambarkan, menerangkan hubungan, menguji pengetahuan lain, dan meramalkan apa yang akan dan dapat terjadi dalam masyarakat atau negara.


URL : Source